Panduan · April 24, 2017 0

Etika Naik Kereta di Jepang

Di Jepang, terutama di kota-kota besar, naik kereta mungkin sudah menjadi santapan sehari-hari. Bisa jadi orang Jepang sendiri gatel-gatel badannya kalau sehari aja gak naik kereta, hehehe. Faktanya memang moda transportasi yang satu ini menjadi andalan untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain, tidak hanya bagi penduduk lokal melainkan juga wisatawan. Apalagi mengingat lahan parkir untuk kendaraan pribadi yang terbatas jumlahnya.

Saya jadi teringat masa beberapa tahun lalu, pertama kali saya menjejakkan kaki ke luar negeri. Tepatnya ke negara tetangga Singapura. Pemandangan di dalam kereta subway yang pertama kali saya dapatkan adalah beberapa orang Indonesia yang dengan santainya duduk di LANTAI gerbong kereta sambil mengobrol dan tertawa keras-keras dengan cueknya. Ini tidak saja menarik perhatian penumpang lain, melainkan juga membuat sebagian penumpang harus bersusah payah untuk tidak menabrak mereka dan terjatuh saat kereta melaju.

Yang lebih memalukan? Bule (karena sepertinya bukan warga lokal Singapura) di samping saya melihat mereka dengan tatapan jijik, lantas menggelengkan kepala sembari mengatakan “Indonesian” kepada rekan di sebelahnya.

Ya, di luar negeri, moda transportasi kereta yang termasuk kategori MRT (Mass-Rapid Transport) tidak bisa disamakan dengan kereta api kelas ekonomi di Indonesia. Ada etika atau aturan yang harus kita pahami, entah itu tertulis atau tidak. Apalagi kita sedang berada di negeri orang. Sudah sepatutnya kita menghormati tata cara yang berlaku di negara tersebut dan mengikutinya, bukan malah seenaknya berbuat semau kita sendiri seolah kita sedang berada di halaman rumah kita.

Baca juga: Tata Cara Naik Bus di Kyoto

Meski pada dasarnya aturan tersebut bersifat global, di sini saya coba tekankan pada negara Jepang. Kenapa? Pertama, karena saat ini negeri sakura tersebut sedang menjadi primadona pelancong asal Indonesia, dengan biaya tiket penerbangan yang semakin lama semakin terjangkau. Kedua, karena penduduk Jepang sangat terkenal dalam menjunjung tinggi etika bermasyarakat. Wajar dong kalau salah satu cara kita menghargai mereka sebagai ‘tuan rumah’ adalah dengan mengikuti etika yang berlaku. Dan ketiga, karena tidak sedikit kasus ‘pelecehan’ etika yang terjadi di Jepang dilakukan oleh wisatawan asal Indonesia. Bahkan ada yang pelakunya berlabel selebritis.

Berikut ini beberapa etika naik kereta di Jepang (dan negara lain pada umumnya) yang sebaiknya kita patuhi:

  • Tidak berisik atau berbicara terlalu keras di dalam kereta. Sah-sah saja mengobrol dengan teman di samping, tapi bukan berarti boleh berbincang seenaknya dengan nada keras yang mungkin mengganggu orang lain di sekitar. Banyak penumpang yang melakukan aktivitas lain di dalam kereta, seperti membaca, belajar, dan sebagainya. Jangan sampai konsentrasi mereka terganggu gara-gara pembicaraan kita yang terlalu bising. Kita sendiri juga pasti tidak mau mengalaminya, kan?

  • Atur ponsel dalam mode getar atau silent, serta hindari berbicara menggunakan ponsel di dalam kereta. Secara spontan, dengan suasana di dalam gerbong kereta yang relatif lebih bising, kita akan berbicara melalui ponsel dengan nada yang lebih keras dari biasanya. Itu sebabnya, mengacu kembali pada poin sebelumnya, pembicaraan melalui ponsel sebaiknya dihindari. Jika terpaksa melakukannya, tutupi bagian mulut dengan menggunakan telapak tangan agar suara kita tidak ‘bocor’ keluar dan menggangu orang lain.

  • Jika membawa ransel, letakkan di bagian depan, jangan di bagian punggung. Hal ini untuk menghindari agar kita secara tidak sengaja menganggu / menabrak orang lain, terutama pada saat jam sibuk. Lagipula, dengan meletakkan tas ransel di bagian depan, kita jadi lebih mudah untuk membawa dan mengawasinya.

  • Saat menunggu kereta tiba, antrilah mengikuti jalur yang telah ditetapkan. Yang ini tidak perlu dijelaskan lagi, kan? Apalagi orang Jepang terkenal sangat disiplin dalam hal mengantri. Lihat saja yang antri di pinggir jalan untuk membeli jajanan atau hendak masuk ke rumah makan / kafe ternama. Sampai terpisah jalan pun antrian tetap saja rapi. Bahkan antri untuk masuk lift di dalam pusat perbelanjaan pun demikian. Salut!

  • Dahulukan orang yang keluar gerbong sebelum kita masuk. Ini biasanya yang paling sulit dilakukan di Indonesia. Jangankan naik kendaraan, naik lift aja gak mau kalah. Yang di dalam belum pada keluar sudah rebutan untuk masuk, hehehe. Yang perlu diingat, meski durasi buka tutup pintu gerbong terkadang cukup singkat, tapi tetap ada petugas yang melakukan pengawasan kok. Tidak mungkin pintu ditutup sebelum calon penumpang yang sudah mengantri diberi kesempatan untuk masuk.

Nah, semoga panduan di atas bisa membantu mengingatkan kita semua, termasuk saya sendiri, untuk tetap menjaga ketertiban dan etika, terutama saat sedang berada di luar negeri. Jangan malu-maluin bangsa kita lah. Buat Indonesia jadi terkenal, tidak hanya karena obyek wisatanya yang luar biasa keren, tapi juga karena travellernya bertanggung jawab dan bisa diandalkan.

Hepi Trepling!